Monday 10 February 2014

Kalah Pemilu 2014

Kalah Itu Lumrah Pak!


                Ada pepatah mengatakan, jika kita ingin melihat watak seorang pemimpin maka simaklah perilakunya, bukan ketika ia menang, namun saat ia kalah. Dalam ajaran agama pula keimanan seseorang tercermin ketika ia mendapat cobaan dan ujian, bukan hanya sewaktu ia  mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan.

                Perilaku seperti ini juga berlaku dalam dunia politik, yang kita semua kenal  dengan pemilu pilpres atau pilkada. Setelah musim kampanye yang menguras tenaga, harta, emosi dan pikiran semua pemimpin pasti akan merasa terpukul jika harus dipaksa kalah dari lawan politiknya. Disinilah kita dapat menilai watak pemimpin kita sesungguhnya, ada sebagian dari mereka yang tak terima dengan kekalahan dan akhirnya mencari-cari kambing hitam bahkan acapkali menyalahkan rakyat yang dinilai salah memilih pemimpin. Semua pasti setuju pemimpin seperti itu bukanlah tokoh teladan bagi kita semua, bayangkan jika pemimpin yang kalah itu memiliki massa yang banyak dalam masyarakat, tentu saja tindakan pemimpin yang menunjukan ketidakterimaan atas kekalahannya dan meng-kambing hitamkan hasil pemilihan akan membuat rakyat -yang menjadi pendukungnya-  bereaksi serupa dengan pemimpinnya, dan demonstrasi ketidakterimaan inilah yang menjadi salah satu faktor tercorengnya persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.

Lima belas tahun terakhir –sejak dimulainya pemilu langsung- Indonesia telah menjadi ladang yang menumbuhkan banyak pengalaman dan pelajaran seputar kalah menang dalam kompetisi politik. Di Indonesia yang demokrasinya yang masih setengah matang, rakyat telah mampu menilai pemimpin yang patut menjadi teladan bagi mereka, rakyat semakin pintar dan terbuka untuk menilai sendiri karakter pemimpinnya. Di Inggris, Perdana Menteri Winston Churchill yang berhasil menyelamatkan Inggris dan Eropa dari serangan Nazi dalam perang dunia ke- 2 dalam Pemilu Inggris tahun 1945 harus menerima kekalahan dari kandidat Partai Buruh Clement Atlee. Kecewa dan shock tentu dirasakan Wiston namun berkat kebesaran hatinya yang menerima hasil suara rakyat ia kemudian terpilih kembali di pemilu tahun 1951 dengan mengalahkan saingan yang sama, Clement Atlee.

“Dalam perjalanan hidup, kalah dan menang akan selalu datang silih berganti. Kita semua pernah mengalami, di sekolah, di lapangan olahraga, dalam pergaulan, mencari jodoh, menjaga kesehatan. Itulah nikmatnya hidup. Anggap semua itu berkah.” –SBY

Bagi  seorang pemimpin sekaligus politisi yang “matang”, momen kekalahan merupakan good timing untuk menjadi pembelajaran dan evaluasi diri. Menjadi bekal dalam rangka menumbuhkan semangat untuk memperjuangkan idealisme, tentu dengan proses dan usaha yang sportif, bersih dan sehat. Kematangan kepribadian dan kearifan seorang pemimpin sabagian besar terdidik dalam proses ini, karena kekalahan atau kemenangan merupakan sebuah keniscayaan dalam kompetisi. Semua pasti ada waktu untuk kalah tapi tidak semua pemimpin mampu mengambil hikmah dari kekalahannya untuk belajar dan mengevalusi diri.

 “Sometimes I am Winner, and sometimes i’am learn” -writter

No comments:

Post a Comment