Kalah
Itu Lumrah Pak!
Ada pepatah mengatakan, jika kita ingin melihat watak
seorang pemimpin maka simaklah perilakunya, bukan ketika ia menang, namun saat
ia kalah. Dalam ajaran agama pula keimanan seseorang tercermin ketika ia
mendapat cobaan dan ujian, bukan hanya sewaktu ia mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan.
Perilaku seperti ini juga berlaku dalam dunia
politik, yang kita semua kenal dengan
pemilu pilpres atau pilkada. Setelah musim kampanye yang menguras tenaga,
harta, emosi dan pikiran semua pemimpin pasti akan merasa terpukul jika harus
dipaksa kalah dari lawan politiknya. Disinilah kita dapat menilai watak
pemimpin kita sesungguhnya, ada sebagian dari mereka yang tak terima dengan
kekalahan dan akhirnya mencari-cari kambing hitam bahkan acapkali menyalahkan
rakyat yang dinilai salah memilih pemimpin. Semua pasti setuju pemimpin seperti
itu bukanlah tokoh teladan bagi kita semua, bayangkan jika pemimpin yang kalah
itu memiliki massa yang banyak dalam masyarakat, tentu saja tindakan pemimpin
yang menunjukan ketidakterimaan atas kekalahannya dan meng-kambing hitamkan
hasil pemilihan akan membuat rakyat -yang menjadi pendukungnya- bereaksi serupa dengan pemimpinnya, dan
demonstrasi ketidakterimaan inilah yang menjadi salah satu faktor tercorengnya
persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.
Lima
belas tahun terakhir –sejak dimulainya pemilu langsung- Indonesia telah menjadi
ladang yang menumbuhkan banyak pengalaman dan pelajaran seputar kalah menang
dalam kompetisi politik. Di Indonesia yang demokrasinya yang masih setengah
matang, rakyat telah mampu menilai pemimpin yang patut menjadi teladan bagi mereka,
rakyat semakin pintar dan terbuka untuk menilai sendiri karakter pemimpinnya. Di Inggris, Perdana Menteri
Winston Churchill yang berhasil menyelamatkan Inggris dan Eropa dari serangan Nazi
dalam perang dunia ke- 2 dalam Pemilu Inggris tahun 1945 harus menerima
kekalahan dari kandidat Partai Buruh Clement Atlee. Kecewa dan shock tentu dirasakan Wiston namun
berkat kebesaran hatinya yang menerima hasil suara rakyat ia kemudian terpilih
kembali di pemilu tahun 1951 dengan mengalahkan saingan yang sama, Clement
Atlee.
“Dalam perjalanan hidup, kalah dan
menang akan selalu datang silih berganti. Kita semua pernah mengalami, di
sekolah, di lapangan olahraga, dalam pergaulan, mencari jodoh, menjaga
kesehatan. Itulah nikmatnya hidup. Anggap semua itu berkah.”
–SBY
Bagi seorang pemimpin sekaligus politisi yang
“matang”, momen kekalahan merupakan good
timing untuk menjadi pembelajaran dan evaluasi diri. Menjadi bekal dalam
rangka menumbuhkan semangat untuk memperjuangkan idealisme, tentu dengan proses
dan usaha yang sportif, bersih dan sehat. Kematangan kepribadian dan kearifan
seorang pemimpin sabagian besar terdidik dalam proses ini, karena kekalahan
atau kemenangan merupakan sebuah keniscayaan dalam kompetisi. Semua pasti ada
waktu untuk kalah tapi tidak semua pemimpin mampu mengambil hikmah dari
kekalahannya untuk belajar dan mengevalusi diri.
“Sometimes I am Winner, and sometimes i’am
learn” -writter
No comments:
Post a Comment